Monolog: Refleksi Diri
Karena saya atau kalian tidak harus hidup dengan standar orang lain, be yourself |
Yang dicari hilang,
Yang dikejar lari,
Yang ditunggu, yang diharap
Biarkanlah semesta bekerja, Untukmu
Dua hari lalu, tepatnya 16 januari adalah hari dimana saya lahir. Tidak pernah terasa bahwa sudah dua puluh tiga tahun saya hidup dan memiliki perjalanan yang luar biasa. Bagaimana saya lahir dalam waktu subuh menjelang sahur pada tahun itu, dimana keadaan kota di tempat saya lahir tengah mengalami kerusuhan dan sampai pada titik saya masih berjuang untuk meraih mimpi yang saya harapkan. Bukan, mungkin bukan hanya harapan saya tapi juga orang-orang terdekat saya.
Merantau, adalah satu pilihan yang tidak mudah meski masih satu negara. Tidak semua orang juga berani mengambil langkah untuk keluar dari zona nyaman. Satu dua waktu sempat berpikir sudah sampai pada titik ini, terus apalagi yang akan saya kejar. Kadang, suka tiba-tiba kepikiran "sudah tepatkah keputusan yang saya ambil ?" selalu dan selalu begitu. Karena saya diajarkan bahwa ketika saya sudah berani memutuskan A misalnya maka saya harus selesaikan.
Menurut saya, berganti angka tiap tahunnya dalam usia itu berarti adalah suatu pengingat tentang apa saja yang sudah saya lakukan, sampai pada titik mana saya saat ini, sudahkah saya bermanfaat bagi diri dan orang lain. Semakin dewasa itu artinya saya harus mulai berusaha untuk mengendalikan emosi yang ada dalam diri saya, mengendalikan hawa nafsu yang tiba-tiba datang dan menghancurkan segala rencana yang ada. Berpikir bagaimana saya dapat bermanfaat orang lain tanpa menyakiti diri sendiri, maksudnya adalah saya juga harus senang melakukan hal tersebut. Tentu melakukan hal-hal baik itu tidak mudah, karena tentu ada aja hasrat dalam diri yang "ah sudahlah, biar aja dia itu ntar juga ada yang bantuian" atau apalah itu. Tidak mudah bukan berarti tidak bisa dilakukan. Karena bisa atau tidaknya keputusan yang diambil tentu diri sendiri yang memutuskan terlepas dari saran orang lain.
Sudah dua puluh tiga tahun saya hidup, tentu masih banyak hal yang ingin diraih. Masih banyak rencana-rencana yang ingin diwujudkan, tentunya bersama orang-orang terkasih yang ada disekeliling saya. Bersyukur itu harus dilakukan, tetapi manusia juga tidak lepas dengan adanya keinginan yang diwujudkan. Tetapi, makin kesini suka berpikir "lalu setelah ini apa, lagi ?". Sudah sekencang-kencangnya dunia yang ingin diwujudkan tetapi selalu ada kurang. Dulu, pemikiran saya berkutat dengan bagaimana membahagiakan orang-orang terkasih saya, yaitu orang tua tetapi itu fokus pada dunia. Padahal, semakin saya berpikir, bahwa kebahagiaan nggak melulu soal dunia-pasti. Pencapaian dunia okelah, tapi tetap jangan lupakan siapa yang menciptakan. Tetap kejar akhiratnya baru dunianya. Sampai tahap ini pun masih harus belajar untuk mengejar itu, karena pada endingnya bahwa semua orang pasti akan sampai pada titik itu, kapapun itu waktunya. Doa orangtua juga selalu mendoakan anak yang soleh dan solehah baru diikuti doa tentang dunia.
Tentu nggak semua orang akan sependapat dengan pernyataan saya, tapi ya memang hidup mesti ada pro-kontra dan saya juga harus menerima pendapat itu.
Pernah bahkan seringkali satu dua pendapat tentang apa yang saya lakukan sehari-hari. Mulai dari mengomentari apa yang saya beli dengan konotasi negatif, perilaku saya yang tentu sangat bertolak belakang dengan komentar yang mereka lontarkan, bahkan mengomentari keputusan saya resign dengan doa-doa atau statement negatif tidak jarang membuat saya tarik napas. Sangat disayangkan, tapi saya berterima kasih itu berarti kalian memperhatikan saya. Hal-hal yang seperti itulah yang membuat saya harus bisa belajar lebih baik, lagi. Belajar untuk menutup telinga agar tidak mendengar suara-suara negatif, menutup mata saya akan perilaku yang tidak ingin saya lihat atau menutup mulut saya agar bisa mengontrol balasan apa yang akan saya ucapkan. Tuhan memberikan tangan agar saya bisa memilih untuk menutup indera mana yang ingin saya tutup. Dengan itu, saya bisa memilih mana yang ingin saya dengar, ucapkan dan saya lihat.
Terlalu banyak hal yang ingin saya bagi, tapi tentu saya ingin membagi cerita tanpa melukai siapa yang membaca. Saya menulis ini sebagai refleksi diri, bahwa setiap apa yang saya dapat bisa saja karena perilaku saya atau yang lainnya. Lebih untuk mengintrospeksi diri apa yang sudah selama ini saya perbuat, apakah banyak orang yang terluka karena saya ? Maka, saya mohon maaf dengan segala hormat. Semoga saya bisa terus menerus memperbaiki diri dan bermanfaat untuk diri sendiri serta orang-orang disekitar saya.
Terima kasih dukungan dan hadiahnya, saya terharu :" |
Comments
Post a Comment